Aspek Ekonomi Produk Informatika
Dalam aspek ekonomi, produk informatika mengalami perkembangan yang signifikan mulai dari penemuan pertama komputer.
Seiring waktu berjalan, nyatanya teknologi yang memanfaatkan ilmu informatika juga kian bertambah.
Sebut saja salah satunya komputer, produk ini awalnya diciptakan dengan berbagai macam kekurangan.
Sekarang, komputer sudah banyak varian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu yang dibuat demi menyamankan konsumen/pengguna.
Selain komputer, kita juga bisa melihat contoh aspek ekonomi produk informatika dari Smartphone. Bukan hanya sekadar untuk komunikasi, perkembangannya jauh melampaui itu.
Berkat perkembangan tersebut, sekarang kita dapat menggunakan HP untuk bermain game, memperoleh informasi, membaca berita, buku, komik, hingga untuk sarana bertransaksi.
Mengutip catatan Mushthofa dkk. dalam Informatika (2021, hlm. 202), ada lima perusahaan berbasis teknologi informasi yang bernama Apple, Alphabet, Microsoft, Amazon, dan Tencent. Kelimanya sama-sama bergerak sebagai produk informatika hasil olahan ilmu komputasi.
Sebut saja Amazon sebagai salah satu contoh produknya. Perusahaan ini memberikan akses kepada orang-orang di seluruh dunia ketika ingin berbelanja.
Dengan begitu, konsumen akan dipermudah melalui sistem komputasi yang ditawarkan informatika.
Lalu, bagaimana dengan aspek hukumnya?
Bobo.id - Perkembangan produk informatika adalah satu bentuk perkembangan Iptek yang memiliki dampak di segala aspek, salah satunya aspek hukum.
Teman-teman akan mendapat pelajaran aspek hukum dari produk informatika di pelajaran Informatika kelas 10.
Apa bentuk aspek hukum dari produk informatika tersebut? Kita bahas bersama-sama, yuk!
Aspek Hukum dari Produk Informatika
Produk informatika memiliki memiliki aspek hukum berdasarkan hak kekayaan intelektual.
Produk informatika merupakan hasil buah pikir (karya intelektual) manusia, seperti halnya buku atau karya lainnya.
Oleh karena itu, produk informatika harus dihargai sebagai salah satu hak kekayaan intelektual.
Salah satu contoh produk informatika adalah perangkat lunak.
Sayangnya, karena bentuknya yang berupa benda digital, perangkat lunak lebih mudah untuk diperoleh melalui cara yang tidak legal/benar secara hukum, atau dengan istilah umumnya ialah melalui pembajakan.
Padahal, pembajakan perangkat lunak itu adalah tindakan melawan hukum karena menyalahi aturan hak cipta, lo.
Lisensi Produk Informatika
Baca Juga: Aspek Ekonomi dari Perkembangan Produk Teknologi Informatika
Dirangkum dari buku Informatika kelas 10 Kemendikbud, kita harus memperhatikan ada tidaknya lisensi ketika membeli atau menggunakan suatu produk informatika.
Untuk dapat memahami hal-hal yang boleh/tidak boleh dilakukan terhadap suatu perangkat lunak, kita perlu melihat jenis lisensi apa yang disediakan oleh pembuat perangkat lunak tersebut.
Lisensi perangkat lunak mencakup izin, hak, dan pembatasan yang diberlakukan atas perangkat lunak, baik berupa suatu komponen atau program berdiri sendiri.
Penggunaan suatu perangkat lunak tanpa lisensi dapat dianggap pelanggaran atas hak eksklusif pemilik menurut hukum hak cipta atau, kadang, paten dan dapat membuat pemilik menuntut pelanggarnya.
Dalam suatu lisensi, pengguna produk informatika diizinkan untuk menggunakan perangkat lunak berlisensi sesuai dengan persyaratan khusus dalam lisensi.
Pelanggaran persyaratan lisensi akan membuat pengguna dapat dituntut oleh pecipta perangkat lunak, teman-teman.
Jenis-Jenis Lisensi Produk Informatika
Berikut ini adalah jenis-jenis lisensi produk informatika:
Lisensi komersial adalah lisensi yang bersifat paling restriktif (mengikat).
Sesuai namanya, lisensi ini biasanya diterapkan untuk perangkat lunak yang berbayar.
Baca Juga: Sistem Informasi: Penjelasan, Cara Kerja, Fungsi, dan Contohnya
Pengguna hanya diperbolehkan menggunakan perangkat lunak setelah membayar suatu harga tertentu kepada pembuat perangkat lunak.
Sebagian perangkat lunak mungkin disediakan secara gratis, dan dapat diunduh serta di-install dari sebuah sumber tertentu yang disediakan oleh penggunanya.
Meskipun perangkat lunak tersebut disediakan secara gratis, bukan berarti tidak ada batasan yang diatur dalam lisensinya.
Pengguna tidak boleh melanggar ketentuan lisensi, misalnya menggandakan perangkat lunak tanpa izin.
c. Lisensi Open Source
Lisensi open source adalah lisensi yang memperbolehkan pengguna untuk tidak hanya menggunakan perangkat lunak tersebut.
Tetapi juga untuk melihat, mengubah dan mendistribusikan kode sumber program yang digunakan untuk membuat perangkat lunak tersebut.
Tujuan lisensi open source adalah kolaborasi ahli perangkat lunak dalam bekerja sama menciptakan program mutahir dari sumber yang sama.
d. Lisensi Domain Publik
Lisensi adalah jenis lisensi di mana semua hak cipta terhadap perangkat lunak telah dilepaskan (oleh si pembuat perangkat lunak).
Baca Juga: Penjelasan Sistem Komputer: Hardware, Software, dan Brainware
Sehingga kepemilikan perangkat lunak tersebut diberikan kepada masyarakat umum.
Setiap orang diperbolehkan untuk menggunakan, menggandakan, dan mendistribusikan ulang, ataupun mengubah kode programnya tanpa ada batasan.
Contoh Pelanggaran Lisensi Hukum Produk Informatika
Dari empat jenis lisensi di atas, lisensi yang banyak dilanggar adalah lisensi komersil.
Banyak sekali perangkat lunak bajakan yang bisa kita temukan dan di-download bebas di internet.
Contohnya adalah program Microsoft Office bajakan, game bajakan, dan aplikasi bajakan lainnya.
Meski dianggap wajar dan banyak tersedia di internet, hal ini tidak boleh teman-teman lakukan, ya!
Menggunakan produk informatika bajakan adalah tindakan tercela yang melanggar hukum.
Selain itu, men-download dan menggunakan produk bajakan berisiko tinggi terhadap serangan malware dan virus komputer yang bisa mengancam keamanan siber kita.
Sebab, banyak produk informatika bajakan yang sengaja disertai program berbahaya yang tidak terdeketksi.
Oleh sebab itu, gunakan produk informatika yang original, ber-lisensi, dan memiliki perlindungan hukum, ya, teman-teman.
Sumber: Informatika Kelas X. Musthofa, dkk. 2021. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia
Baca Juga: Aplikasi Perkantoran: Jenis-Jenis dan Bentuk Integrasi Konten
Apa saja cakupan lisensi produk informatika?
Petunjuk: cek di halaman 2!
Lihat juga video ini, yuk!
Ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan dunia satwa? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo dan Mombi SD.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Wajib Tahu! Ini Rumus Dasar Microsoft Excel untuk Mengolah Data
tirto.id - Dalam ilmu informatika, terdapat istilah produk informatika yang berarti hasil dari informatika itu sendiri. Produk tersebut ternyata diciptakan dengan meliputi dua aspek, yakni aspek ekonomi dan aspek hukum.
Mengutip catatan The University of Edinsburgh, dijelaskan bahwa informatika merupakan studi struktur perilaku dan interaksi dalam sistem komputasi.
Dengan begitu, studi ini memuat prinsip perancangan serta pengembangan melalui pemikiran komputasional.
Pemikiran tersebut kerap diistilahkan “berpikir komputasional” atau “computational thinking”. Sementara itu, produk hasil olahannya disebut produk informatika.
Sebagai suatu produk, terdapat nilai atau aspek ekonomi yang terkandung di dalamnya. Selain itu, ada juga aspek lain dari produk informatika berupa hukum.
Lalu, apa saja aspek ekonomi dan hukum produk informatika?
Aspek Hukum Produk Informatika
Pada aspek sebelumnya, kebanyakan produk informatika dijelaskan lewat barang atau perusahaan yang memang menggunakan sistem komputasi.
Berbeda dengan ekonomi, aspek hukum lebih mengacu pada hak hukum produk sebagai kepemilikan individu atau kelompok tertentu.
Dengan begitu, ada landasan hukum yang melarang suatu produk informatika dibagikan secara cuma-cuma. Pelanggaran ini paling banyak terjadi di produk perangkat lunak yang dengan mudah diakses.
Namun, hak kepemilikan tetap harus dilihat sebagai aspek hukum produk informatika. Peraturan ini memberitahukan perihal izin, hak, serta pembatasan atas suatu software.
Kepemilikan suatu produk ini diistilahkan sebagai lisensi. Sementara itu, ada sejumlah jenis lisensi hukum produk informatika. Berikut daftarnya:
Mengatur tentang kepemilikan suatu produk yang sifatnya mengikat. Pengguna hanya boleh menggunakan setelah membayar dan tidak boleh menyebarkannya secara sembarangan. Contohnya seperti sistem operasi dan berbagai aplikasi pengolah lainnya.
Pengaturan ini memperbolehkan orang-orang untuk memperoleh suatu produk secara gratis. Akan tetapi, tetap ada beberapa kebijakan lain yang biasanya harus dipegang teguh pengguna. Contoh peraturannya adalah tidak membagikan ke orang lain (jika ingin memperolehnya harus lewat sumber pertama).
Berbeda dari dua lisensi sebelumnya, lisensi ini lebih bersifat terbuka lantaran siapa pun boleh mengakses, mengedit, mengubah, dan menyebarkannya ke orang lain.
4. Lisensi Domain Publik
Pada lisensi ini, pembuat produk memang sengaja memberikan produknya kepada orang-orang. Hampir sama dengan lisensi umum, orang bebas menyebarkan dan menggunakan produk tersebut.
%PDF-1.7
%µµµµ
1 0 obj
<>/Metadata 323 0 R/ViewerPreferences 324 0 R>>
endobj
2 0 obj
<>
endobj
3 0 obj
<>/Font<>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 28 0 R 29 0 R 30 0 R 31 0 R 32 0 R] /MediaBox[ 0 0 595.44 841.68] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>>
endobj
4 0 obj
<>
stream
xœí}Ýr$·•æ½"ôuIN4«ÿH‡Ã1-˶dY¶ì–w"Öž‹b³š¬f±È!«¤i?Öî.¾ï YIV‚Mue1f#èÝiñ QyÎ?€Äë7·ëÅûÙ»õä׿~ýf½ž½»˜ŸMþñú«ëõúúê?_ÿøñfþú‡Ùùb5[/®W¯ßnN×húýõõz~û›ßL¾úú·“fÜäç/¿xý‡·nr~÷åÍÔš65ûÓ¿:ýû·?|ùÅDM>L¾Ð¡�è8µé?ÆMµ›h�oç_~ñöË/þëKt˜Z…‡1NŒ�ºh'JMUú:ýÇ¿MVOï÷Õ�‰¬ß+ýÜOƒžüxEê£P?9Ç?‰âMŽÿsòã¿üâwé=åÿŸüîûßN^WØöãõM�gßÌggÏþ\jð¿ƒI¹ÖM�D«¦>îŒ@Œ èi£í$à‡‘Cx„ò'ãû%}ëÜ-´E=
þ(m¡á“ÿ‘´¹€ŽHÛ£bû‹´ý—K®~ xqÂÄÄ©¢jâg²‚Î4IÃÛºCqôé†@�i
!’ÖL´4Œz*vñý¿a8?ã˜Ñ&™Ñ8ùþ?JÆtKÜWßsÞð‹¤Ž!XX
Ë;QéïÞÀ´vS#¬óS•¬¸Jv2uÁLÃäìä·W³ó¹R“¯¯'…
O{we†Tk§M›~v¦ç�›ÛÕìØ-'Ç'J}{¬ÌÑòêøÄmv&îó ж�6n�€]ùØ�Ó54ßl.7W¯ÆÄÕªg¦nÍÛãwt}w|b�³åˆ8�6)zÄ9&Mê[A3&�nkhÎfÇöh5ùfsÅ?×·³ûˆ?G¿“VÛ¶í+¸iS7»«àæs\=£m"ħ±2ýX[«lÕüê,1L›˜¨`é,°ƒùÞö©×½æ6~Õê¥ Ó§_%é'é·Î÷ù�bÝ@>¤Õ$¾55‰‹m“ìt�Û®ÏmrȸŽ+&Ó˜º›Ì; ô�Þ•ˆK#i¢WcMšÉ¥ XMÞ¡³Â_1ñ=ýÆØô¢hXÙ4ÓVzÐFyæ ©@(‚ÒvÚÆÒ·•8Ô„£È”Æ�¡L‚výÇ`0~ E%ovÒÙL��…^ôMR*Cq™Ši½Aßêbròȶ,K=/Òµ:%“¨"¦èJÕhH/_¢Aa°QL‹NÓ¢ðØM[D*É/$T*‰¯Áu�ˆ×%ö&WqÕíÔÉ'8?>JßDèŒScÙ×°kz=" &A*!³Ò—!Þ«ÑZ@¤�$)!4´2IP=M;¯ ¶bõ=^œXˆH
‰Å]
4É
CÈk�‚°BuüJBšú'ÉJø•æ¢-
ºeÄÈH84™ƒìÇ‚xÏÇÞJÓÑA”þÜ
J8’ÐpPŒ5@Y²Q².ÃЙa¾¨8çi굘%Hh…™ŽLhŒ03%Òïû€Š¥/ÆWYŠ¡k9¡M$Ô´eFS ±Í�g åùÍnl•à¶�“ H� È“ÐÍ~+xDæŒ&dÊùnö_4P´$?³i9:뤳æl6œ�彆ôë¥Loci90þ4'Y™P¶‘º“dÖdܶ‡
J;�`ò#ö
Ðt6h>v¾Ñ”µÝôzÚåòØQ¤EŒ´¼(ëJjÈx³\5J K1ŠŽ:×Ê”¥ßJƒác’ØEÛ±³¡Ø•ÇL"â{�ë:£A5òØŠ�iàH†¦:·¦Ðl"5:
Íh4Æ—ÆNmn|áEKØe¾)BQ&üOP]¢ÔRùô±å/TÅ$‘ Õ ³™H–hÐý¤ré?¦�y�eHVÖ$q Ý‹`,îFAPM²¼.Rs‰ÈÃfˆ}|R÷8B"ðKØç-$ú×5¾X„¦ØÂÄ‹I`_½Ã¼à•ñ%± IÑjtéÛ¸Ò ˆì'ã eÀ‚[‰ÕÇÂq�Gi³ª²¯ãD¾¨H<¢Ù)â–¶YÚ,ìÄ´ÂnÝTÌF+òÕ gÕ"¶-ü “!_:7¹!rª£)‚
È÷ÔÅÀRHÜТo¥ÊîèIcSþ
Ö DŠ&2‘!ê¨É,îô?ÙÒ–�©‡ÉmT Kß&;|-r,¶ÒÉ‹¶e*ú�[0P¢ÂˆÝc¼b‹X;1�”/Ma”F09f{X¤˜‘ƒÆl.sƒeC»m2HQÛJ¥ 9a‡qåuÞ “2¾©•)¹³:~ˆ–Æ‹¤{±Ž'²”1žðs€²QãO#‚¢¬4}I
'øÓx
$
£
C/@Q2ýÅ°#9» #¡"?È°%ä…W*Û�$[ ) @"Ž±¯Æ´v�
�l‚%Šaã‹E3•-ïJNʈ2ð‰[hKq×�;‹ŠDé«U‘zö5"®‘
óF@û¼0—-„öNæIRq²…Ð>«u±ÚYÔ¦… äl¶ t7Aì«Ë88eèX,�ÊuÙ®A“O€ÄÁb%'¯OJ!xrYkzÞH@Iˆ®¸’1€\ºðŽÃÉЪ$NR@ƒ—t クâ(? ¥€Z¬O¨†Ï¢-…dp^…^Y NåB2€\À¤oKQM ÉœÇ\-æ+S*ÅœïÐ+$SζO•$c,ÿARœíÕ‘!Kª«.²ºÔ‘;¨#xÛ�;ç…MâéÊuJuB9Éõ9’$%P¬¶‡\½*udŒ.WŠÈÿ8•„—@Ñ/ed°?HÂâe2|NXzP)#÷´æãÐŽµ]Õ8Ï\^|iòÄf¥Š„r&Ôõm}±å Øg!�õ,œhduœ*V8©’a[¹„åTu ÜDÓE,£$`l‹}¢±”…ÖdÌ”L@€A ]úÛY¾¨¶s)‰¦-Nc¯Š‹ª»22ík(ub˜_ÝAïÄG½}YÎUd±ìÛ"2`_jÈtEž»¿·F?”²åK�k{d6èN dD&¥¯êVÀ3mf˜æP\ØJhÛtÄÂ)æ{q$ReñÂ[FÀ¥€Œ†\>åC%|… e•®~œ]N®2â¤îCEprC#4øEbTys©sÆÃö±L·Ô�A~Ž»ÚÜ9Ùdž…<Å�LF#‹j¥~Ì9›rd°m0¥ÁŠHCq0{¬)rH>‹P¡É[ÐÙJÍ•‹¸Âˆüd‹}Y]od§Pì¶Ú @án–²W Û8°¢®™MpÏNäÆ— Í]6]üdN”í—j»;§¿yç�lèqÜb5#š+i@N°%ËÝšUBíX@æËeÈN¢@YÀÐN\�&›z��. �äCZ„ßå5Á¶ìѱ,Ø[4fÂåE/ýsEâ©�GË>ÄÈÖ!‡ (@„í ^ÑzèN½Øú4DÖp—‚„²³)G–¾ÛϤ%lÂhº@_þ,Æ9nŸIÍA¡ C~£gi ÃaÉ ôbסèº)[�²ÃÆbY ¡F -BTŠâϵT ¹¹�ñÊáˆjû�¹Ã#pÇ�WR$ �[c… ŒA”lø`I¯¹<ïì ‘À,MNÞw¢8�”t“3G ÏëÜv-NÕ¯¾ÝÇ~Ê ^Cvê9ß-C‰ö&T^rÕ$ÚEL ¢5ØH—‹*±LCjL„Ò)‰XšRyÊÛ€<Í7‹k–�ƒdÛdr†l®t †™�Ïå>Öä�’‘·ÎUHe¶�£¤¼4±€¬ü4oÆpÜ$ˆ7Ã%á@ˆ#dy pmÞºGÉiŒ§Æ8 ŽMH‚c“uO‹;¦nƒ�(¾·%ñí7Dè0¡®š¨M”’YÙ„†˜CæÀÇ9l‡ÃIP¿0©M�…§¡3~*•.ÀIl]ʇh0’¸ñ±-)3V^ À¾¦ðƒOÍÔv¼0F6¦2Ãf_=•ùDÊa´¤íŽ3²…b(}CìDÁ©Üq‰�“„-GVöŽÊŠFfcȵ*a£Ë[o %) Q†Ð–=pHZl3•Ha‹É‹®À Z.$ ‚¿°JŒBSÆ`uqTìÜÊ؉fó&̲’¨Tþ‹ªÚÉò³’=Œ[(«^ƒçc•m|$ÄU˜¶äNVv2æÇ OËæDõ³{È›àl^ߣ0ik™J+-1ÀVö…e4ÜŤXȃLµâX§¨,Øø"'VVi‚Ì`#ÖáZšk/‘eöÊF—EWvÎûçdŸá²½2yõD粧ÔË 5bö¨I¹o†}~*[Ì*Ö¹o-�µØS#DÈ67'4XÙÑ×vD¸¼û×ñqÞìâ6 _Ì‹á*-Úíà‚Hª’]7¡ãp·iþÎh™–ðq-†ÖH=Fq™<†Ò\€Þb°Z• Ø0™`H¡i‚8kDXF ²ð«ª³â áË U‡îÚÐÒ4®8ïl–¬øo#�³Ç†\HçeÀ^¬+~jÄcGâi%¤(Ü )fàãEàdJLšË1�-ª uÌ”•:XŽÞ¬,úk›×Õ ð÷š›¨1j©õ9 îpÌ¡œ½•Ãµ/g^μœx93ðrfàåÌÀË™�/_μœx93ðrfàåÌÀË™�—3/g^μœx93ðrfàåÌÀäåÌÀË™�—3/g^μœ(;‚_Δ²ËË™�—3“—3/g^μœx93ðrfàåÌÀË™�—3/g^μœx93ðåË™�ÉË™�—3/g&/gþÿ:3ðö—]rÃÛi¬“‹f"7'ªd& +áþÝ4ݵ4�õìè�SØÒn'JÖ]½¾žÔ¯r¯†�VêOÜ¥üðÚ ÝF·sóÄ>èœØà º“qqI(TÁ弶ã¢3þt»¤¡vžð¤ÿ(ÍX\õ¯åxäqŽ(Õwì½WØÑ2Qæþ•OêTL^ùs;ùç‘nvùö¹xP.’…Ì]Ù3ã¡AizÍäû6ýäÇwidÇ»÷â|6Fž…Øî].Ÿ�ÅU±¨ñ°¨&G:èXTckXþy4&š˜×ˆwÐ؃ÏÆ¢l Ë?�5srLƒrÓÀqOEcvÐX]Aóë¦ùJýf¼ñØXϘ\s¶ŠÅïƒfç¦Bå}“4ßž—¿þ&j”þw|¢þ‘ÿ÷ÙTÞâ‰Dá)*üWD=<*‰e§0Ái üRäb¿ÀŽga5ŸaÃB›4,éœÆ»B›?¥˜…Åmé†îûûâ½Åmrw �3cÏuà_̓˜êIýjw•Y#»47·G3ÎïìØ&gÇFàÕ³ú†–>Ë4»‹ôw þ±ÏýžCD—]ÃDîŸ�áãÆß ¾30å–œ: j#ËÖèÉy2ú&±~9ùfsyŒ»2Û£«ÄùñɱÉ\‡'2~HŒUãùêäïoÇcÍ-TA3íÙãÑù ’uÁΩa|óÛ‹îÁ<+:q3þL¨V.¦àïE%ïÄ,Oþ¸Ivùì@BÊe…P£å¬˜ŠÑÑFnc¬ ý4â/”ò–q鱞÷;?“’ÚÐ<‚í·0Ñ‹ÕÙǽ±î\W™}ÔCë/‰ãïÖdóOÉ•/õÎVüktB<÷DVÙŸß#ÂË Âï‘d¥™VôUò³³É›Û»Ù}œMþ÷ìò “aW+$=!|°#”jRbÓä®ïïf#Iû(?ÍoÓßw(¬)+wÉÖOÞn–‰kÒ�"ŒóceS€s>ùñXi‘©ÛÔMž'�îöv¬õ�+#xkÝ�X«|}ÍcoÏn(û&qsI¾\¥¿fëôϯFg�Âñg]#a|)W²}¨‚ï�’@Ø£éäoÇE &?Ì–I/Ç—Ýð»&bavd3iáÛceD%V(½�%‘c&Ct+i•?Ú]þÛßr?糉 �`˜¾ï’˜ÏßÁçMÇÇyŠâùF¹—¹‚ïL÷ìtçôÎV¯&ßÁ>ÎN§“·´¦IÆ·†’Ø?ŸÔ«²�làø¯â:à®D“¯ŽsØA1ß;ÒÛ!ÁžFh=·ÙVðY½»‚¸7ÆÈS›Œ~wÃÞ[îf{K‡®?”Õï©xk»âÑ´QŸ �XÊq�ŸÍ² ªÒÿ´i¬†¬Úß$å]“]~ÊL¡Õ濾ÏgŸo8Tìflì�·¯ëã[<,ì¹¾XXÃýò|ÿçÓŒ�c<¿ó·¯ AÈ’°‹?þ}³*¡4"�[)y{ [ò—領™þ)òÖhØÆñ�Ï6ÿÆñ0Nßÿ}¢Ջ¯ƒ”yž:ÚS 0í°6bnž&
Tujuh Aspek Praktika Informatika Itu Adalah Seperti Berikut
JUDI online atau judi yang menggunakan sistem online sebagai suatu kegiatan ilegal dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pertanyaan mengapa judi online dilarang, berhubungan dengan kepentingan siapa yang dilanggar merupakan pertanyaan dari aspek hukum yang teramat penting. Mengapa? Hal itu disebabkan oleh hukum bersinggungan dengan individu dalam masyarakat dan hukum baru relevan jika kepentingan individu bersinggungan dengan kepentingan masyarakat.
Apakah judi online merugikan kepentingan masyarakat? Judi dalam arti sebenarnya perbuatan seseorang yang tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan lingkungan, tetapi dapat meresahkan masyarakat. Penggunaan sarana online justru tidak terjadi keresahan masyarakat karena dilakukan secara tertutup. Alasan satu-satunya, mengapa judi harus diberantas ialah judi merusak mental masyarakat, yaitu menjadi pemalas dan memperoleh keuntungan tanpa kerja keras.
Perjudian diatur dalam KUHP di bawah titel kejahatan terhadap kesusilaan--Pasal 303 dan Pasal 303 bis. Dapat disimpulkan bahwa pembentuk KUHP beranggapan perjudian termasuk kejahatan kesusilaan, yaitu kejahatan yang berkaitan dengan pandangan kesusilaan masyarakat dengan rumusan norma delik formal, yaitu sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian. Atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi, dengan tidak peduli, apakah menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat dipenuhinya sesuatu tata cara, menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.
Selain hal tersebut, patut dicermati bahwa syarat judi ilegal jika tidak ada izin baik pemerintah maupun pemerintah daerah. Jika dicermati aspek hukum dari perjudian termasuk judi online jelas bahwa pembentuk KUHP bertujuan memberantas siapa saja yang memberikan kesempatan atau menawarkan tempat untuk berbuat judi; tidak ditujukan terhadap pelaku perjudian per-se.
Praktik pemberantasan perjudian yang tampak ialah pelaku-pelaku judi online yang ditangkap dan ditahan bukan pemilik tempat perjudian atau judi online. Bahkan, yang selalu disoal masyarakat BOS judi online yang selalu luput dari penangkapan. KUHP mensyaratkan bahwa perjudian tanpa izin yang dipidana, sedangkan KUHP menyebut permainan judi, bukan judi dan dengan frasa ‘permainan’ tersebut, judi sama saja dengan permainan lainnya, hanya harus dilakukan dengan izin saja beda dengan permainan lain seperti sepak bola.
Merujuk pada norma tentang permainan judi tersebut, yang disebut permainan judi ialah tiap-tiap permainan, yakni pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka. Itu juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan segala keputusan perlombaan atau permainan lain-lain, yang tidak diadakan di antara mereka yang turut berlomba atau bermain. Demikian juga segala pertaruhannya.
Dalam hal perjudian tanpa izin, pelaku dituntut hukuman penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda dua puluh lima rupiah. Sementara itu, bagi siapa saja yang menggunakan kesempatan main judi dipidana penjara paling lama empat tahun. Merujuk pada ancaman hukuman tersebut, tampak bahwa permainan judi bukan kejahatan berat atau serius. Akan tetapi, secara moral hanya bertujuan pencegahan bukan pemberantasan dan ketentuan ancaman lebih tinggi terhadap setiap orang yang memberikan kesempatan atau sarana main judi daripada pelaku judi itu sendiri.
Sebenarnya permainan judi online yang marak akhir-akhir ini dari aspek hukum, sama saja dengan pembiaran oleh pemerintah/pemerintah daerah atau dengan kata lain diizinkan secara diam-diam sehingga kesalahan pelaku judi dan bos judi letaknya di mana? Sehubungan dengan perkembangan teknologi, permainan judi telah berubah bentuk dan cara, yaitu menggunakan sistem online ic judi online.
Terhadap permainan judi online telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2008, yang diubah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 27 (2), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian diancam dengan pidana paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar--Pasal 45 ayat (1).
Di dalam literatur Kriminologi dan Viktimologi, perjudian termasuk jenis kejahatan tanpa korban atau victimless crimes. Kosakata yang berbeda dengan disiplin ilmu hukum pidana yang bertumpu pada disyaratkan adanya korban atau adanya kerugian terhadap kepentingan masyarakat. Jika dihubungkan dengan teori hukum pidana mengenai mens rea dan actus reus, perjudian sama dengan pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability crimes).
Dalam status hukum sedemikian menjadi pertanyaan, mengenai legals standing pihak kepolisian yang kini sangat gencarnya memberantas perjudian online, sedangkan masih banyak kejahatan lain yang terjadi di sekeliling kita. Mengapa tidak menggunakan pendekatan seperti Malaysia dengan Genting Higland Casino, yakni negara memperoleh pemasukan dengan syarat tidak dapat diikuti WNI.
Masalah kesusilaan, yang dijadikan alasan perjudian dipidana pembentuk KUHP tentu dikembalikan kepada pribadi individu masing-masing. Namun, masih terdapat cara lain--jika mengingat aspek teoretis hukum--untuk mencegah dan menghapus perjudian, seperti isolasi permainan judi seperti masa Gubernur Ali Sadikin, yakni banyak pejabat tertentu dan pelaku usaha terlibat di dalamnya, tetapi negara memperoleh pemasukan.
Permainan judi atau judi online yang merebak dan tengah dilakukan tindakan penangkapan dan penuntutan pidana, sudah seharusnya dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya, bukan saja dari aspek moralitas masyarakat atau perorangan pelakunya, melainkan juga dari aspek kemanfaatan ekonomis yang didapat.
Seiring berjalannya waktu, interpretasi hukum terkait pencemaran nama baik telah mengalami perkembangan signifikan. Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali mengeluarkan putusan yang memberikan tafsir baru terhadap pasal-pasal pencemaran nama baik, terutama yang diatur dalam UU ITE.
Salah satu putusan penting adalah Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008, yang menyatakan bahwa pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE harus ditafsirkan dalam konteks yang sama dengan ketentuan serupa dalam KUHP. Ini berarti bahwa unsur "di muka umum" harus terpenuhi, dan pasal tersebut merupakan delik aduan, bukan delik biasa.
Lebih lanjut, Putusan MK Nomor 78/PUU-XXI/2023 memberikan penafsiran baru terhadap Pasal 310 ayat (1) KUHP. Mahkamah menyatakan bahwa pasal tersebut inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup perbuatan "dengan cara lisan". Putusan ini bertujuan untuk menyesuaikan ketentuan KUHP dengan perkembangan dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan berlaku pada tahun 2026.
Perkembangan interpretasi hukum ini menunjukkan upaya untuk menyeimbangkan perlindungan terhadap kehormatan individu dengan jaminan kebebasan berekspresi yang merupakan hak fundamental dalam masyarakat demokratis.
Oleh : Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H. (Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas MA)
"Jangan korbankan ragamu (penjara) karena kesalahan 2 jempolmu"
Perkembangan media sosial semakin cepat dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Media sosial menggabungkan elemen informasi dan komunikasi melalui beberapa fitur untuk kebutuhan penggunanya. Sejumlah informasi melalui unggahan status, membagi tautan berita, komunikasi melalui chat, komunikasi audio/visual dan lainnya merupakan fitur-fitur unggulan yang dimiliki media sosial.
Pengguna facebook Indonesia menempati peringkat 4 terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Ada sekitar 65 juta pengguna facebook aktif dan sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya namun “data April 2017 menunjukkan penambahan signifikan jumlah pengguna facebook aktif di Indonesia yakni sebanyak 111 juta pengguna (www.liputan6.com)”.
Pengguna facebook yang banyak, dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk melakukan berbagai tindak pidana dalam bentuk penipuan, pemalsuan, tayangan bermuatan pornografi, termasuk perbuatan sengaja menyebabkan penghinaan/pencemaran nama baik. Pencemaran nama baik melalui facebook memiliki karakteristik khusus yang dapat diketahui melalui putusan-putusan hakim.
Pada direktori putusan Mahkamah Agung dengan kata pencarian "pencemaran nama baik facebook" setidaknya pada 3 halaman ditemukan 19 Putusan (belum semua berkekuatan hukum tetap) dengan terdakwa yang didakwa melanggar ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE 2008)/Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE 2016).
Melalui sejumlah putusan tersebut diketahui terdakwa yang diputus bebas sebanyak 2 orang dan terdakwa yang dinyatakan bersalah sebanyak 17 orang. Adapun mengenai lamanya hukuman yang dijatuhkan/strafmacht yakni 3 orang dihukum pidana penjara dengan masa percobaan dan 13 orang dihukum penjara antara 2 (dua) sampai 8 (delapan) bulan.
Pencemaran Nama Baik Dalam UUITE
Kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik (Penjelasan Umum UUITE 2016).
Rasa aman bagi penggunan teknologi dan informasi dapat berupa perlindungan hukum dari segala gangguan tindak pidana, baik secara verbal, visual maupun yang menyebabkan terjadi kontak fisik. Namun luasnya wilayah privat pengguna jejaring sosial dengan standar pencegahan yang minim menjadi fakta bahwa tidak mudah menghalau terjadinya berbagai tindak pidana.
UUITE 2008 telah menetapkan 8 pasal ketentuan pidana namun UUITE 2016 telah melakukan perubahan Pasal 45 dan penambahan Pasal 45 A dan 45 B yang kesemuanya berfungsi menjerat pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime). Adapun satu diantaranya adalah Pasal 45 ayat (3) UUITE 2016 :
"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)".
Perubahan elemen dasar ketentuan Pasal 45 ayat (1) UUITE 2008 menjadi Pasal 45 ayat (3) UUITE 2016 terkait penghinaan/pencemaran nama baik adalah lamanya pemidanaan yang berkurang dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun sedangkan denda dari semula 1 miliar menjadi 750 juta. Adapun dampak berkurangnya ancaman pidana tersebut maka tersangka/terdakwa tidak dapat ditahan oleh penyidik, penuntut umum maupun hakim.
Selain itu, tedapat perubahan penjelasan ketentuan Pasal 27 UUITE 2008 yang sebelumnya tertulis “jelas” kemudian di dalam penjelasan Pasal 27 UUITE 2016 menjadi “Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”. Hal ini semakin memperjelas 1).makna pencemaran nama baik dan/atau fitnah sebagaimana diatur dalam KUHP serta 2). merubah sifat delik.
Penghinaan dalam KUHP diatur pada Bab XVI yang di dalamnya terdapat rumpun pencemaran nama baik. Secara umum penghinaan merupakan keadaan seseorang yang dituduh atas sesuatu hal yang benar faktanya namun bersifat memalukan karena diketahui oleh umum sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat (1) KUHP dan kebalikannya apabila yang dituduhkan itu tidak benar maka dia dianggap melakukan fitnah/pencemaran nama baik sebagaimana maksud Pasal 311 ayat (1) KUHP. Namun jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan ringan” (R.Soesilo).
Dalam UUITE 2008 penghinaan/pencemaran nama baik merupakan delik biasa sehingga dapat diproses secara hukum sekalipun tidak adanya pengaduan dari korban namun dengan mengacu pada KUHP sebagaimana maksud UUITE 2016 maka delik tersebut berubah menjadi delik aduan (klacht delic) yang mengharuskan korban membuat pengaduan kepada pihak yang berwajib. Muatan norma penjelasan Pasal 27 UUITE 2016 secara tidak langsung mengadopsi pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 Jo Putusan MK Nomor 2/PUU-VII/2009.
Dalam pertimbangan Putusan MK 50/PUU-VI/2008 disebutkan bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.
Kalimat Kutipan Bukan Merupakan Penghinaan /Pencemaran Nama Baik
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 955 K/Pid.Sus/2015 menolak permohonan kasasi penuntut umum sehingga berlaku putusan pengadilan tingkat pertama yang membebaskan terdakwa dari semua dakwaan. Adapun terdakwa dalam perkara ini merupakan anggota DPRD yang mengunggah status di facebooknya bahwa terjadi penyimpangan dana… di kota.... sesuai laporan hasil pemeriksaan BPK. Kedudukan terdakwa menunjukkan pengguna facebook tidak terbatas profesi tertentu karena facebook maupun media sosial terbuka terhadap semua kalangan.
Pertimbangan hukum majelis kasasi bahwa kata-kata yang diucapkan terdakwa tersebut bukan merupakan kata-kata karangan terdakwa sendiri, melainkan kutipan dari statement Resume Lembaga Negara (BPK) sesuai hasil laporan hasil pemeriksaan BPK, kata-kata tersebut tidak ditujukan kepada pihak tertentu, serta tidak dengan makna menyiarkan kabar bohong/fitnah. Pertimbangkan putusan ini mengukuhkan kebebasan pengguna media sosial sepanjang ditulis berdasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum namun tidak ditujukan terhadap pihak tertentu. Kasus ini bisa berbeda sudut pandangnya apabila terdakwa menyebutkan nama/pejabat tertentu yang belum diproses hukum oleh penyidik.
Penghinaan/Pencemaran Nama Baik Bukan Kritik Sosial
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 364 K/Pid.Sus/2015 menolak permohonan kasasi terdakwa. Adapun terdakwa dinyatakan bersalah melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui informasi teknologi oleh majelis hakim tingkat pertama. Melalui akun facebooknya, terdakwa mengunggah status difacebook dan membagikan informasi tersebut digrup facebook sehingga penyebaran informasi semakin cepat dan meluas.
Dalam pertimbangan hukum, majelis kasasi menyatakan perbuatan terdakwa yang membuat tulisan di situs jejaring sosial facebook tidak dapat lagi dinilai sebagai bentuk kontrol sosial atau kritik membangun terhadap lingkungan maupun aparat penyelenggara pemerintahan. Sebab tulisan terdakwa sudah mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap saksi pelapor. Pertimbangan ini, memastikan batasan-batasan kebebasan seorang pengguna media sosial terhadap hak-hak objek yang menjadi isi muatannya sehingga perlu dipilah muatannya maupun niat jahat/mens rea.
Adapula putusan pengadilan yang membenarkan kritik sosial untuk kepentingan umum dengan kriteria sebagai berikut : 1).kapasitas terdakwa berkaitan dengan objek yang disebutkan dalam unggahannya, 2). terdakwa dan korban tidak saling mengenal sehingga tidak terdapat konflik pribadi, dan 3). perbuatan terdakwa dilakukan semata-mata adalah sebagai bentuk protes. Selanjutnya dengan kriteria tersebut maka terdakwa dibebaskan dari dakwaan UUITE, namun hal tersebut belum dapat dipedomani karena putusan dimaksud belum berkekuatan hukum tetap.
Penyebutan Nama Yang Tidak Sempurna
Putusan Nomor 2172 K/Pid.Sus/2015 menolak permohonan kasasi penuntut umum dan kasasi terdakwa dengan pertimbangan bahwa meskipun terdakwa tidak menyebutkan nama lengkap objek yang dicemarkan nama baik namun dapat dipastikan kata-kata itu ditujukan kepada saksi korban. Dalam kasus ini terpidana berupaya berkelit terhadap dakwaan penuntut umum karena tidak menyebutkan nama korban secara lengkap namun bukti-bukti lainnya mampu menunjukkan hubungan antara maksud kata-kata tersebut dengan keadaan/kedudukan korban.
Melalui putusan ini maka pengguna facebook mesti menyadari sepenuhnya bahwa penegak hukum dapat melakukan analisis terhadap konten kalimat di dalam unggahan facebook. Konten kalimat dapat juga dimintai pendapat ahli bahasa dan ahli pidana untuk menemukan maksud yang tersembunyi.
Penghinaan/Pencemaran Nama Baik Merupakan Kerugian Immaterial
Peristiwa pidana dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 2290 K/PID.SUS/2015 terjadi pada saat terpidana mengunggah status yang bermuatan penghinaan di facebook melalui handphone secara berlanjut pada waktu yang tidak terlalu lama dari unggahan pertama. Hal ini menunjukkan bahwa facebook menjadi media yang mudah untuk dimanfaatkan oleh penggunannya karena hanya dengan kedua jempol pada saat mengetiknya.
Majelis hakim menolak alasan kasasi terdakwa terkait lamanya pemidanaan yang diterima terdakwa dari putusan judex facti. Adapun salah satu pertimbangan majelis hakim adalah kerugian yang bersifat immaterial yang diderita korban tidak dapat dinilai dengan uang, karena kedudukan korban yang saat itu adalah sebagai Bupati Pasaman Barat. Salah satu akibat yang dirasakan korban adalah hilangnya kepercayaan orang/masyarakat yang membaca tulisan pada akun Facebook Terdakwa.
Membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan menjadi tanggungjawab berat kepala daerah dan umumnya membutuhkan waktu namun kepercayaan tersebut dapat hilang dengan cepat karena penghinaan/pencemaran nama baik melalui facebook. Sifat hukum immaterial ini sejalan dengan kaidah perbuatan melawan hukum dalam perdata yang mengatur bahwa cakupan kerugian immaterial hanya dapat diberikan dalam hal-hal tertentu saja seperti perkara Kematian, luka berat dan penghinaan (Putusan perkara Peninjauan Kembali No. 650/PK/Pdt/1994).
Penghinaan/Pencemaran nama baik melalui facebook mestinya tidak terjadi kalau pengguna bijak dalam mengunggah status sehingga memberikan rasa aman bagi semua pihak. Aspek hukum penghinaan/pencemaran nama baik melalui facebook memiliki karakter yang mudah dilakukan, mudah tersebar dan diketahui publik, dapat dilakukan oleh semua pengguna, dampak langsungnya terbentuk opini publik dan lain sebagainya. Selain itu, melalui sejumlah putusan diketahui bahwa kalimat kutipan bukan merupakan penghinaan/pencemaran Nama Baik, penghinaan/pencemaran nama baik bukan Kritik Sosial, penyebutan nama yang tidak sempurna dengan melihat mensrea, penghinaan/pencemaran nama baik merupakan kerugian immaterial.